Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Elegi

Elegi Mentari jatuh seperti biasa Menyisakan jejak jingga ranum Seakan menarik biru langit menjadi kelam berkelip Dan menarik saudaranya agar menggantikanya Angin jalan berhembus diantara rambut Mungkin terus kedalam jiwa Menuggu diri terbawa ke peraduan Dan menyamankan diri dalam ketenagan yang berisik itu Raga lelah berargumen dengan jiwa yang masih bangun Namun pikir muncul menengahi Setelah hari sia sia ini mengapa raga lelah? Dan setelah hari yang penuh ini Mengapa jiwa masih berapi? Waktu membawanya merebah bingung Karena minornya esensi hari Yang harusnya menjadi pembuktian Kerja keras kemarin hari Malah menjadi entah cambuk entah pedang yang menyayat Dan kepercayaan yang hancur Dibalik itu, mungkin Tuhan menyodorkan Kenyataan yang sebenar benarnya Tanpa alasan yang dimengerti Hingga sedikit menyejukkan hati Yang merasa rusak dan lemah Yang dinaungi pikir yang goyah Hingga horizon memakan sang surya Akhirnya raga ...

Jatuh

Jatuh Berjalan terlindung gelap malam Terlihat corak keunguan dilangit kelam Bagai mawar dalam semaknya Dan kupu putih jadi bintangnya Walau kelam, langit ‘kan tersingkap Berubah, berbalik, mengangkat tabirnya Hingga terang mengisi kehidupan dihadapannya Satu satunya yang tak mungkin ku lakukan Hanya tertutup debu bukan tabir Tidak terang tidak gelap Kelabu, layaknya  kepompong tak berisi Namun berharap menjadi kupu yang indah Cuma kekosongan di dalamnya Memori lenyap bagai air mengalir Cahaya redupnya pun ikut terhanyut Dalam palung ketidakpedulian Yang lain terbang menggapai angannya Ku hanya terdiam dalam kekecewaan Terombang ambing dalam takut Akan khianatnya angan itu.